

Beberapa tahun terakhir, geliat UMKM di Indonesia makin terasa. Mulai dari warung kopi di gang sempit, usaha frozen food rumahan, sampai bisnis fashion online yang rajin live tiap malam—semuanya berlomba tumbuh dan berkembang. Tapi, satu hal yang hampir pasti dirasakan oleh para pelaku UMKM adalah tantangan dalam hal permodalan. Di sinilah peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi sangat penting bagi UMKM.
Ketika usaha mulai jalan tapi modal makin menipis, kita pasti mulai berpikir: “Pinjam ke bank, atau ada alternatif lain yang lebih cocok?” Nah, di sinilah banyak pelaku UMKM mulai melirik dua opsi utama: Kredit Usaha Rakyat dari bank konvensional, atau pembiayaan dari bank syariah.
Keduanya sama-sama bertujuan memberikan akses modal, tapi ternyata beda prinsip, beda pendekatan. Kita bahas bareng, yuk!
KUR dan Pembiayaan Syariah: Sekilas Mirip, Tapi Fundamentally Beda
Kalau dilihat dari tujuannya, baik Kredit Usaha Rakyat maupun pembiayaan syariah sama-sama ditujukan untuk membantu pelaku usaha kecil agar bisa berkembang. Tapi, cara kerjanya beda banget. Kita mulai dari perbedaan yang paling umum dulu.
1. Sistem Bunga vs Prinsip Bagi Hasil
Kredit Usaha Rakyat konvensional menggunakan sistem bunga. Jadi, bank memberikan pinjaman, lalu kita mengembalikannya dengan tambahan bunga sesuai persentase tertentu. Bunga inilah yang menjadi keuntungan bagi pihak bank.
Di sisi lain, pembiayaan syariah tidak menggunakan bunga sama sekali. Dalam sistem syariah, bunga dianggap sebagai riba, dan riba dilarang dalam Islam. Sebagai gantinya, digunakan prinsip bagi hasil (mudharabah) atau jual beli (murabahah). Jadi, kalau kita ambil pembiayaan syariah, misalnya untuk beli bahan baku, bank akan membeli barang tersebut lalu menjualnya kepada kita dengan margin yang sudah disepakati. Nggak ada yang ditutupi, semuanya transparan sejak awal.
2. Siapa yang Tanggung Risiko?
Kalau kita ambil Kredit Usaha Rakyat dan ternyata usaha kita belum balik modal, siapa yang harus tanggung risikonya? Jawabannya: kita. Di skema KUR, nasabah menanggung risiko penuh atas pinjaman tersebut. Kalau gagal bayar, ya... risikonya kita tanggung sendiri, termasuk bunga dan dendanya.
Sementara dalam pembiayaan syariah, risikonya dibagi sesuai akad. Kalau pakai sistem bagi hasil, maka keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan. Jadi ketika usaha belum berhasil, kita nggak harus menanggung segalanya sendirian. Ini memberi rasa aman dan adil buat pelaku usaha.
3. Prinsip Dasar: Untung vs Keadilan
Kredit Usaha Rakyat beroperasi dengan prinsip utama mencari keuntungan melalui bunga pinjaman. Nggak salah juga sih, itu bagian dari sistem keuangan konvensional yang sudah berjalan puluhan tahun.
Tapi pembiayaan syariah berangkat dari prinsip yang berbeda. Sistem syariah menekankan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan kesejahteraan sosial. Jadi, bukan semata mengejar untung, tapi juga ingin memastikan bahwa semua pihak merasa diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan secara tidak adil.
4. Denda: Hukuman atau Kompensasi?
Kalau kita telat bayar cicilan KUR, biasanya kita akan kena denda. Dan denda ini sering kali menjadi sumber tambahan pendapatan bagi bank. Jadi semakin lama menunggak, semakin besar dendanya.
Di pembiayaan syariah, konsep denda agak berbeda. Denda tetap ada sebagai bentuk kompensasi kerugian—bukan untuk menambah laba bank. Bahkan, dalam prinsip syariah, uang denda ini tidak boleh menjadi keuntungan bank. Biasanya akan disalurkan untuk kegiatan sosial atau disumbangkan.
5. Pendekatan Hubungan: Transaksi vs Kemitraan
Dalam sistem konvensional, hubungan antara bank dan nasabah cenderung bersifat transaksional: kita pinjam, kita bayar. Sudah.
Tapi dalam pembiayaan syariah, hubungannya lebih seperti kemitraan. Kita dan bank adalah mitra yang saling percaya dan berbagi tanggung jawab. Maka dari itu, sebelum akad disepakati, biasanya ada proses yang cukup detail untuk memastikan usaha kita feasible, jujur, dan layak dibiayai.
Jadi, Mana yang Lebih Cocok Buat Kita?
Semua balik lagi ke preferensi dan kebutuhan kita masing-masing. Kalau kita nyaman dengan sistem bunga dan ingin proses yang lebih cepat (karena sudah umum), Kredit Usaha Rakyat bisa jadi pilihan. Tapi kalau kita ingin sistem yang lebih adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariah, terutama buat kita yang ingin usahanya berkah, pembiayaan syariah bisa jadi pilihan yang lebih tenang di hati.
Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan aspek jangka panjang: Apakah kita ingin hubungan yang lebih kuat dengan lembaga keuangan? Apakah kita siap untuk menjalani akad yang lebih detail dan berbasis kepercayaan?
Lalu, Apakah Pembiayaan Syariah Itu Hanya untuk Muslim?
Ini salah satu pertanyaan yang paling sering muncul saat kita ngobrolin soal pembiayaan syariah. Karena kata “syariah” sering dikaitkan dengan aturan Islam, banyak yang mengira produk ini eksklusif hanya untuk umat muslim. Padahal, kenyataannya nggak begitu.
Pembiayaan syariah memang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, transparansi, dan larangan riba. Tapi prinsip-prinsip ini sifatnya universal. Siapa sih yang nggak mau dikelola dengan jujur, adil, dan tanpa beban biaya tersembunyi?
Justru, semakin banyak pelaku usaha dari berbagai latar belakang yang tertarik menggunakan pembiayaan syariah karena merasa lebih aman dan nyaman. Mereka menghargai proses yang lebih transparan, akad yang jelas di awal, serta pendekatan yang lebih manusiawi dalam menyikapi risiko dan keterlambatan.
Bahkan, di beberapa negara dengan minoritas muslim, produk keuangan syariah tetap berkembang karena dianggap lebih etis dan stabil. Jadi, kalau kamu non muslim dan tertarik mencoba pembiayaan yang lebih adil dan bebas spekulasi, pembiayaan syariah tetap terbuka lebar buat kamu.
Fakta Menarik: Pembiayaan Syariah Semakin Diminati
Menurut data OJK dan berbagai lembaga keuangan, tren pembiayaan syariah terus meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat mulai menyadari bahwa pembiayaan syariah tidak hanya soal bebas riba, tapi juga tentang keadilan dan keberlangsungan usaha.
Bahkan, beberapa startup fintech sekarang sudah mulai mengadopsi prinsip-prinsip syariah karena banyak konsumen yang menginginkannya. Jadi jangan heran kalau ke depan, pembiayaan syariah akan jadi pilihan utama, bukan alternatif.
Pilih yang Sesuai, dan Lanjutkan Langkah Besar Usaha Kita
Kita yang sedang membangun usaha tentu ingin semuanya berjalan lancar. Tapi ketika modal jadi kendala, penting buat kita memilih jenis pembiayaan yang benar-benar sesuai, baik dari sisi kebutuhan maupun keyakinan.
Kalau kita ingin pembiayaan yang nggak cuma urusan angka, tapi juga memperhatikan aspek spiritual dan sosial, maka pembiayaan syariah layak kita pertimbangkan.
Nanobank Syariah, Solusi Modal Usaha Tanpa Riba
Nah, buat kita yang ingin mencoba pembiayaan berbasis syariah, Nanobank Syariah bisa jadi solusi yang pas. Nanobank Syariah menghadirkan layanan pembiayaan usaha yang berlandaskan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan bebas dari riba.
Salah satu produk andalannya adalah Pembiayaan Mikro 500 iB, yang dirancang khusus untuk para pelaku UMKM seperti kita. Dengan sistem yang adil dan proses yang aman, kita bisa fokus mengembangkan usaha tanpa khawatir terjebak bunga atau denda yang memberatkan.
Menariknya lagi, semua layanan Nanobank Syariah bisa diakses lewat aplikasi Aira Mobile, jadi kita bisa mengatur keuangan usaha langsung dari genggaman. Yuk, saatnya #AlirkanKebaikan untuk usaha kita. Unduh Aira Mobile sekarang dan wujudkan usaha yang lebih berkah bersama Nanobank Syariah!